Monday, May 2, 2011

Mencicipi pendidikan di sekolah terbaik Belanda (bagian 1)




Tahukah Anda dengan Geert Wilders ? Yup, dia tak lain dan tak bukan adalah politikus Belanda yang dikenal anti Islam. Pernyataan dan sikap politikus yang masih punya darah Indonesia itu selalu bikin gerah lawan politiknya. Juga membuat panas para imigran Belanda yang datang dari kalangan muslim. Lantas apa hubungannya Geert Wilders dengan tulisan yang saya buat.

Islamophobia yang dikibarkan oleh Geert Wilders itu menjadi angin lalu ketika kita menengok sebuah sekolah yang terletak di kota kecil di selatan Belanda. De Grebbe, namanya. Ya, disitulah anak-anak saya mengecap pendidikan.

Pertimbangan saya memasukkan anak-anak kesana semata karena sekolah tersebut dekat dari rumah. Ketika pertama kali mendaftar, saya ditemui oleh kepala sekolah. Diberikan formulir berupa isian panjang seperti latar belakang pendidikan yang sudah ditempuh anak, apakah ada alergi terhadap makanan tertentu, nama dokter keluarga (semua keluarga wajib mempunyai dokter keluarga alias huisarts disini karena tindakan pertama kesehatan dilakukan oleh dokter tsb). Juga tak kalah penting adalah pernyataan persetujuan dari orang tua jika foto/gambar anaknya dimuat di situs resmi sekolah. Bagaimana dengan biaya pendidikan ? Cukup hanya membayar biaya sekolah sebesar 17,50 setahun. Yang dibayarnya beberapa bulan kemudian. Sungguh berbeda ya dengan mendaftarkan anak sekolah di Indonesia, karena sebelum mengisi formulir, yang disodori pertama adalah biaya masuk. Dimana hal itu menjadi indikasi utama apakah anak memenuhi syarat untuk masuk sekolah tsb.

Formulir yang saya isi itu nantinya akan diteruskan oleh sekolah ke pihak Gemente (pemerintah setempat). Sehingga Gemente bisa memantau dimana dan bagaimana anak tsb bersekolah. Kemudian saya diajak berkeliling sekolah sambil berbincang dengan guru masing-masing. Disini baru saya paham bahwa ada kekhasan disekolah ini dibandingkan sekolah-sekolah umum lainnya. Yaitu sebagian besar muridnya adalah anak-anak imigran. Mereka berasal dari Turki, Maroko, Bulgaria, Yugoslavia, Polandia, Bosnia, Afganistan, Somalia, Vietnam, Thailand, Ghana. Dan kini semakin berwarna dengan masuk anak Indonesia disini. Anak-anak keturunan asli Belanda sendiri dapat dihitung dengan jari. Mayoritas murid disini adalah muslim.

Pendidikan di Belanda menganut sistem kesetaraan. Dimana sistem sekolah diterapkan serempak di seantero Belanda. Meskipun masing-masing sekolah masih mempunyai kebebasan untuk mengembangkan metode pendidikan sendiri. Hampir sebagian besar orang disini menikmati sekolah umum. Karena sekolah swasta mahalnya minta ampun. Dan memang tidak perlu. Karena sekolah umum pun sudah menjadi jaminan untuk memperoleh pendidikan yang bagus. Konon keluarga kerajaan Belanda sendiri menyekolahkan anak-anaknya di sekolah umum.

Wajib sekolah berlaku ketika anak masuk usia 5 tahun. Tetapi pada prakteknya rata-rata sudah bersekolah saat anak usia 4 tahun. Mereka akan masuk di grup 1. Atau setara dengan TK A. Jenjang di sekolah dasar adalah dari grup 1 – grup 8. Dimana pelajaran dasar membaca, menulis, dan hitungan sederhana diberikan pada grup 3 (setara kelas 1).

Jam sekolah berlangsung dari jarm 9.30 – 15.45. Ada istirahat pertama pukul 10.00. Dan istirahat makan siang pukul 12.00 – 13.30. Mulai grup 4 jam makan siang dari jam 12.00 – 13.00. Ada dua pilihan untuk makan siang. Membawa bekal dan makan disekolah yang disebut sebagai overblijven. Dimana setiap anak dikenakan biaya 1,30 euro sebagai ongkos petugas menjaga mereka saat makan siang. Atau makan dirumah. Jadi orang tua wajib menjemput dan mengantar kembali sesuai waktu yang ditentukan. Sebagai orang Indonesia yang wajib makan nasi dan sayur serta lauk hangat, maka saya sudah pasti membawa anak-anak pulang untuk makan siang. Kecuali kalau ada keperluan mendesak, sehingga anak-anak harus overblijven dengan bekal setangkup roti.

Anak saya yang pertama Bagas (7 tahun) masuk ke grup 3. Sedangkan Sekar (4 tahun) masuk ke grup 1. Di grup 3 itulah Bagas belajar matematika dasar (hitungan angka hanya 1 – 20), bahasa Belanda. Juga kreasi macam-macam. Pendek kata metode sekolah ini tidak memberatkan anak-anak dengan PR dan hafalan. Sangat jauh berbeda dengan di Indonesia tentunya. Mereka berangkat tanpa dibebani buku-buku yang menggunung di punggung. Semua buku, peralatan tulis sudah disediakan lengkap oleh pihak sekolah. Pelajaran lain juga adalah adalah ketrampilan fisik. Seminggu sekali mereka akan dibawa ke Gymnasium dengan bis. Lagi-lagi, bis dan semua keperluan sudah tersedia secara gratis.

Dari semua pelajaran, yang saya amati adalah keutamaan dalam menghargai waktu. Harus angkat jempol Belanda sangat disiplin soal waktu. Juga kerapihan mengatur segala hal secara sistematis dan efisien. Tidak ada anak masuk sekolah gedubrak gedubruk. Semua harus dalam antrian rapi. Murid yang membantu merapikan meja dan kursi. Buku-buku yang tertata sesuai urutan. Selasar sekolah yang bersih dan dihiasi oleh hasil karya murid-murid. Jarang ada miskomunikasi antara guru dan orang tua karena segala informasi sudah dibagikan dalam surat yang teratur dikirimkan. Update informasi apa saja yang dilakukan sekolah, bahkan siapa saja murid yang berulang tahun tertera semua di lembar informasi.

Hal menarik yang tak kalah penting juga adalah bagaimana komunikasi yang terjalin antara guru dan murid. Terlihat hubungan antara guru dan murid tidak berjarak. Mereka bisa bermain dengan bebas dengan tetap menghormati satu sama lain. Kontak mata adalah hal utama berkomunikasi. Seorang guru akan dengan tekun memperhatikan dengan seksama apa yang seorang murid tanyakan. Tidak ada yang menyela ketika dua orang sedang berkomunikasi.

Sebenarnya masih banyak yang ingin saya ceritakan. Tetapi setidaknya itulah sedikit gambaran bagaimana mencicipi sekolah dasar di Belanda. Lantas bagaimana sekolah ini mendapatkan penghargaan sebagai Sekolah Terbaik se Belanda untuk tahun 2011.

Simak kelanjutannya dalam note berikutnya.

No comments: