Friday, December 31, 2010

TESTIMONI : Setelah memakai silicon, saya lebih pede. Thank Dr Oetker ! You're my hero


What’s first thing in your mind when you read the title above ? Ladies…relax. And men, pls get rid of your dirty shallow mind. I know you’re consuming too much xxx stuffs :)

It’s not about ‘that’ silicone, but a round cake mould aka loyang kue made from silicone. As a kitchen queen wannabe, I desperately want to make a perfect cake meaning its taste is as good as its appearance. And for once in a lifetime, eventually I’ve managed to make it with pandan chiffon cake. Thank to DR Oetker for making my dream comes true. Sssh, Dr Oetker is not a plastic surgery or sort of, but a brand name from Germany that produces kitchen stuff, baking powder, cake mixes, yoghurts, frozen pizza, and pudding.

With a slice of pandan chiffon cake, a cup of tea, a novel by Erica James, and music by Adithia Sofyan, it’s the nicest way to enjoy last afternoon in 2010.

Cheers and See you in 2011

Saturday, July 31, 2010

From A Weekend Mommy To A Fulltime Mommy

Hidup sering menyajikan paradok yang unik. Perasaan nih, baru kemarin saja saya merasa menjadi bintang utama, sehingga saya tasbihkan diri saya dalam episode “My one-day-of-fame. Bos-bos saya yang baik hati, rekan-rekan kerja yang saya cintai di kantor, melepas saya dalam perpisahan yang mengharu biru. Mereka memberikan kejutan berupa video yang tak terlupakan. Aah, mengingatnya kembali, saya merasa mabok. Sedikit mirip dengan maboknya cinta monyet dulu.

Dan kini, dalam rentang jarak ribuan kilo dengan perbedaan waktu 5 jam, saya menekuri diri. Mungkin efek jet lag dengan jam biologis tubuh yang belum teratur, membuat saya seolah-olah seperti handphone yang kurang kuat sinyalnya. Belum lagi lingkungan yang baru, bau-bauan yang baru, dan status baru. Aha…ya status baru.

Setelah 13 tahun menjadi wanita karier (halah..) di perusahaan multinasional yang penuh dengan gemebyar aroma selebritis. Kini saya membulatkan tekad untuk lepas haluan, dalam karier, menjadi a full time mother (istilah kerennya), atau wanita muslimah yang istiqomah dalam memegang amanah rumah tangga seperti halnya Fatimah Ra, putri kanjeng Nabi Muhammad SAW (istilah agamisnya…amien).

Maka di tanah Eropa ini, tempat dimana semua mimpi bermuara, saya bergelut sehari-hari dengan memasak, mandiin anak, nyuapin anak, cucian, setrikaan, mengosek wc dan teman-temannya. Bercandanya anak-anak yang berbuntut teriakan dan tangisan menjadi lecutan yang kalau tidak pintar memanage bisa menguras energi. Me-Time menjadi sebuah luxury bagi saya. Bahkan untuk ke WC atau mandi sekalipun, karena kedua krucil akan mengikuti dan kadang menggedor pintu, membuat saya tidak tenang dalam melepas hajat. *keluh*

Akankah saya lantas menjadi nelangsa…tunggu dulu sampai saya menemukan pemadangan diluar sana. Seorang perempuan berambut blonde, sebaya saya, menaiki sepeda onthel. Dibelakang sepeda itu tergantung keranjang berisi dua anaknya yang umurnya sekitar 3 atau 4 tahun. Diboncengannya tersampir keranjang belanjaan. Si perempuan itu menganyuh sepedanya seolah tanpa beban.

Lain waktu saya membawa anak-anak ditaman, dan menemukan seorang ibu muda yang membawa anaknya yang baru bisa berjalan. Anak itu tergelincir dan jatuh. Saya dengan sedikit panik berniat menolong. Lantas apa kata si ibu itu, “geen problem (ga masalah),” katanya dengan tampang santai.

Atau disatu waktu, saya mengintip dari lantai dua tempat tinggal saya. (Sst, ini habit jelek bawaan dari kampung yang bawaannya pengen tahu urusan orang). Meneropong dari jendela kecil di kamar mandi keadaan lingkungan sekitar, dan saya lihat ibu-ibu yang sedang membolak balik jemuran atau memotong rumput.

Aah, saya tidak sendiri. Hampir semua orang di negeri Van Oranje ini pun melakukan hal yang sama. Masuk dalam jajaran negara dengan tingkat kualitas hidup terbaik tidak lantas membuat warganya berleha-leha. Hampir sebagian besar melakukan urusan domestik sendiri, termasuk urusan mengosek wc. Maklum sdm mahal, membuat apa-apa harus dilakukan sendiri. Hidup mandiri tanpa keluh kesah. Dus…geen problem!

Saya jadi ingat kata-kata dari tetangga seperantauan yang tinggal dilantai bawah yang bikin hati mak nyes,
“Ingat mbak, ntar di akhirat itu ga ditanya soal karir kita, tapi gimana anak-anak kita dan rumah tangga kita lho,”. Ah si Mba tetangga tahu saja kata hiburan yang tepat.

Disclaimer :
- Notes ini dibuat dengan suasana beberapa hari setelah kedatangan di negeri Van Oranje. Saat ini penulis sudah mulai beradaptasi dengan kondisi mental dan fisik lumayan stabil.
- Semua perempuan baik berstatus ibu rumah tangga maupun wanita karir sama mulianya. Semua itu adalah pilihan, Let’s do the best !

Thursday, July 29, 2010

Sebuah Perjalanan



Sudah dua minggu saya berada di negeri orang. Sebuah keputusan bulat dalam rangka mengecap pengalaman hidup yang berbeda. Perubahan, meskipun sudah dipersiapkan selama berbulan-bulan, toh memberikan sensasi yang sedikit menakutkan di awal. Urusan dokumen dan segala macam printilannya menjadi terasa lebih enteng dibandingkan dengan urusan mental. Meski saya mencoba membesarkan hati, toh kegalauan tetap tidak bisa tertutupi. Ini pun menular pada anak-anak (Bagas 7 tahun dan Sekar 3,5 tahun). Meski dongeng indah tentang negeri impian yang mempunyai salju seputih kapas menjadi santapan menjelang tidur, tetap saja hati bergejolak manakala kaki melangkah keluar dari seluruh zona kenyamanan yang selama ini dikecap.

Bandara Soekarno Hatta, 10 Juli 2010 jam 7.20 panggilan kepada semua penumpang Garuda jurusan Dubai – Amsterdam sudah dikumandangkan. Sebagian besar penumpang sudah masuk ke Gate 6, sementara saya masih sibuk menenangkan anak pertama saya yang mogok ogah berangkat. Pikiran tentu saja kalut. Sudah tidak ada waktu. Apapun yang terjadi semua harus berangkat. Dengan rayuan sedikit memaksa saya bergegas membawa Bagas Sekar masuk. Langkah yang tidak ringan, karena tangan kanan menyeret tas koper, ransel laptop dipundak, tas kecil diselempangkan dibahu, dan 2 tas ransel milik Bagas dan Sekar.


Gurauan yang saya lemparkan sedikit menenangkan, meski terkadang airmata Bagas masih bercucuran. Saya ingat ketika mau mengambil gumpalan tissue di jaketnya, dia menolak. Dengan berbisik pelan dia bilang, tissue itu untuk mengelap airmatanya nanti. Hadeuh, jawaban polosnya membuat saya memalingkan muka, agar airmata saya yang jatuh tidak nampak, Setelah sampai di Dubai, barulah Bagas sedikit lebih tenang. Alhamdulillah.


Berbeda dengan kakaknya, si adik bersemangat. Ini adalah pengalaman pertama Sekar naik pesawat, dan dia asyik berceloteh, bermain-main di sepanjang lorong, hingga jendela tetangga sebelah, dengan bocah laki-laki bule yang duduk dibelakang kami. Sesekali dia berteriak menanyakan film Tom & Jerry yang ternyata tidak disediakan oleh si maskapai. Atau karena belasan jam duduk, nonton video, makan, tidur, maka kebosanan pun melanda. Dan teriaklah dia, “ Mana Belandanya, kapan sampainya…” . Dia juga bersemangat menenteng trolley tasnya sendiri di tangan kanan, sementara di kirinya membawa “Een Schaap met een rode das," buku cerita bahasa belanda pemberian tetangga. Sesekali kadang rewel hanya untuk urusan sepele seperti lepasnya tali jaket.





Akhirnya, setelah kurang lebih 16 jam perjalanan, sampailah kami di negeri Van Oranje. Dengan rekor membawa tentengan lebih kurang 90 kg dan dua krucil, mendaratlah dengan selamat. Lolos dari random check imigrasi. Melenggang keluar schipol yang sudah bernuansa oranye jelang final piala dunia. Di atas kereta menuju Bergen Op Zoom, kota tempat kami tinggal, saya melepaskan ketegangan urat syaraf. Leyeh-leyeh sesaat, Anak-anak sudah asyik berceloteh dengan bapaknya. We gaan naar thuis, ja ons nieuwe huis



Alhamdulillah…………