Friday, October 3, 2014

A Miracle Journey To Haramain 2013

Tahun 2014 sudah tergelar di depan mata.
Sebelum jiwa luntur dalam gerusan roda hidup yang terus berputar cepat.
Sebelum ingatan menjadi lamur.
Sebelum badan menjadi renta termakan uzur.

Ijinkan saya berhenti sejenak. Memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, untuk kemudian melemparkan ingatan pada kenangan akan sebuah perjalanan yang indah. Perjalanan meninggalkan orang-orang yang tercinta. Menuju undangan Sang Pemilik Cinta yang sebenarnya.

Perjalanan itu laksana sedetik yang lalu. Masih terasa tekstur dinding ka’bah yang menempel di telapak tangan. Sejuk. Harum. Merasuk melewati nadi. Menggetarkan hati manakala menyadari inilah tempat dimana Ibrahim, AS, sang Bapak Para Nabi mendirikan rumah untuk Allah. Menyerukan manusia untuk beribadah di sana. Dan berjarak ribuan tahun kemudian, seruan itu sampai pada kami.

Seolah baru kemarin air mata ini kering.  Setelah deras mengalir.  Membasahi  lantai Masjidil Haram. Berkumpul dengan air mata jutaan manusia lain dari segenap pelosok dunia. Merunduk. Bersimpuh. Dengan hati yang berkecamuk. Tidak kuasa menahan gemuruh di dada sembari bibir tidak henti melafaskan  Ya Aziz Ya Gaffar Ya Rabbal Alamin.

Seolah baru semalam kami melihat bulan sabit dan bintang gemintang yang terenda indah di langit Arafah. Menaungi raga-raga lemah dalam balutan kain ihram putih yang melusuh karena debu dan keringat.

Ah Wukuf yang tidak akan dilupakan oleh kami berdua. Saya dan suami. Wukuf yang istimewa karena di hari itulah 9 Dzulhijjah 1434 Hijriyah atau 14 Oktober 2013, kami merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-12.  Wukuf di Arafah inilah kami langitkan doa dengan bingkai kebahagiaan. Mengamini dan menegaskan ikrar dari Surat Al- Maa’idah: 3 yang turun di Arafah :
 “..Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu….”

Masih terasa hingar bingar, pekik semangat merapalkan talbiyah. Kaki yang bergerak cepat menuju Jamarat di Mina. Melontarkan batu pada jumrah Ula, Wusta, dan Aqabah sekuat tenaga. Berharap menghancurkan berhala-hala yang bersemayam di dada. Berhala yang selalu bermuara pada iri dengki dan hati yang tidak pernah puas.

Masih ingat bagaimana lafal Doa Kumail yang tidak  khatam dilantunkan. Tercekat tenggorokan ketika sampai pada bacaan:
“Maha suci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Aku telah zalim pada diriku sendiri. Telah lancang karena kebodohanku. Aku lalai karena merasa nyaman karena Engkau selalu mengingatku dan mengasihiku. Ya Rabbi ya Tuhan, betapa banyak keburukanku yang telah kau tutupi?...”

Duhai Tuhan, betapa nikmat yang kami cecap selama kami dijamu olehMu ini tidak cukup untuk dituliskan dan diceritakan. Pun lapis lazuli yang konon keindahannya tidak bisa ditandingkan dengan batu permata lain, tidak bisa menandingi keindahan yang terpatri di hati atas nikmatMu ini. Begitu megah dan luasnya hamparan nikmat itu sehingga masing-masing tamu mereguk nikmat dengan versinya masing-masing. Personal and intimate.

Kini perjalanan itu sudah usai. Jiwa kembali terperangkap dalam rutinitas dunia. Teriring doa semoga perjalanan ini adalah sebuah kemabruran,  sebagai bekal mengarungi waktu yang tersisa.

Sebagian perjalanan terekam di tayangan Youtube ini:
http://www.youtube.com/watch?v=B7DJTkv7ltk

Depok – 4 Januari 2014 (in memoriam perjalanan haji 2013)
Tulisan pertama di tahun 2014.
Note: Youtube courtesy : Mbak Ima.




No comments: